SINERGI KOLABORASI OPD & BUMD, Kunci Mendongkrak Percepatan PAD Jawa Tengah

Ganjar Pranowo Gubernur Jateng

INFOMEDIA.ID

Pandemi Covid-19, berdampak pada turunnya pendapatan baik di Pemerintah Daerah maupun di tingkat Provinsi Jawa Tengah.

Upaya untuk mempertahankan kinerja pendapatan, antara lain dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan, dengan memperhatikan aspek legalitas, karakteristik daerah dan kemampuan masyarakat untuk koordinasi secara sinergis dengan pemerintah pusat dan stake holder terkait.

Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto

Dalam Pembukaan Pra Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Perubahan Tahun Anggaran 2021 dan Anggaran Pendapatan Tahun Anggaran 2022’ di ruang rapat Bappenda Provinsi Jateng, Ketua DPRD Provinsi Jateng Bambang Kusriyanto, mendorong peningkatan potensi pendapatan melalui tiga aspek utama.Diantaranya melalui pemetaan potensi daerah, peningkatan kinerja kesehatan BUMD, dan revitalisasi pendayagunaan aset daerah.
Komisi C DPRD Provinsi Jateng yang memiliki tugas mengawal sektor keuangan meliputi: keuangan daerah, pendapatan daerah, perpajakan, retribusi, perbankan, badan usaha milik negara, perusahaan patungan dan penanaman modal dan badan layanan umum daerah, memiliki peranan penting terkait persoalan diatas.
Dan untuk mengetahui bagaimana sejatinya ‘kondisi’ dapur-dapur penyumbang pendapatan daerah baik di lingkungan OPD (Organisasi Perangkat Dinas) maupun di BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) kepada Bambang Sartono dari Redaksi Opini Publik (Cetak dan Online) mewancarai BHB (Bambang Hariyanto Baharudin) Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng dibawah ini petikan wawancaranya.
Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto mengungkapkan dampak pandemi membuat pendapatan daerah dari berbagai sektor menurun dari target tahunan yang sudah ditentukan. Untuk mendorong pendapatan daerah, perlu sinergi bersama eksekutif, legislatif, dan dinas OPD pendapatan terkait. Bagaimana Komisi C DPRD Jateng mengawal tugas ini.
Memang benar tahun 2021 ini merupakan tahun perubahan sebagai masa recovery pasca pandemi lewat penyusunan anggaran sehingga harus seimbang antara pendapatan dan belanja daerah. Kita ketahui bersama dari segi pendapatan ada tiga sumber besar yaitu pertama: Pajak Daerah, kedua keuntungan dari BUMD dan Ketiga adalah Optimalisasi Aset.
Dari ketiga sumber pendapatan itu memungkinkan untuk bisa dimakasimalkan, misalnya dari sisi pajak daerah. Memang dalam satu tahun terakhir ini problem utamanya karena adanya pandemi Covid-19.
Yang imbasnya pada kemampuan masyarakat untuk membayar pajak turun. Ini kan kondisi pada tahun 2020, tapi kalau kita bicara tahun 2021 kan kita harus optimis.

Dan kondisi di tahun lalu itu, tidak lalu dijadikan hal yang baku atau standart. Tapi ini bisa dijadikan sebagai pemacu untuk melakukan perubahan. Diantaranya dengan melakukan pemetaan potensi dari pada wajib pajak.

Misalnya, jangan sampai para wajib pajak dari kelompok korporasi besar yang tidak begitu terdampak Covid ikut-ikutan minta relaksasi pajak dan sebagainya. Itu kan tidak adil. Dari sisi pajak mapping potensi sangat penting untuk kita optimalkan di tahun 2021-2022.

Bagaimana Optimalisasi BUMD

Kalau dari BUMD, karena hari ini yang signifikan baru Bank Jateng yang memberikan bagian dividen keuntungan, maka potensi bank Jateng juga harus tetap kita optimaslisasikan. Tetapi kepada BUMD-BUMD yang lainnya juga harus didorong tetap inovatif.

BUMD-BUMD itu juga harus kreatif, terutama di jajaran top managemennya. Hari ini tata kelola BUMD itu harus ada yang berubah. Harus ada lompatan, inovasi ada langkah terobosan baru seperti apa ?

Sejatinya BUMD memiliki peluang besar untuk bisa berkebang dengan mengunakan potensi dari optimalisasi aset-aset milik Pemprov. Ini yang harus menjadi pemikiran bersama, dimana bisa mewujudkan suatu kolaborasi antara BUMD dan OPD penghasil.

Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto

Apa yang masih jadi handi-cap Kolaborasi OPD-BUMD

Bila bicara Tupoksi dari masing-masing lembaga, OPD yang berada di lingkup Pemprov Jateng memang diketahui tidak semata –mata bekerja untuk provit oriented. Contohnya seperti di balai benih yang ada di Dinas Peternakan atau Dinas Pertanian, disini tidak semata-mata dicarikan keuntungan, tapi paling tidak bagaimana bisa menjawab persoalan-persolan ekonomi di daerah. Juga bisa berkontribusi untuk mengurangi angka kemiskinan.

Tapi tanpa menafikan dari sisi ini, namun perlu dimaksimalkan juga dari sisi provit orientednya. Hanya yang memang perlu disadari hal itu tidak mudah dilakukan karena birokrasi itu bukan entrephreneur. Oleh karenanya mindside birokrasi harus dipacu, karena selama ini biasanya terkesan landai-landai saja.

Pada hal sekarang tuntutannya itu sudah berbeda dengan waktu-waktu dulu. Misalnya kegiatan di balai, anggaran operasionalnya lebih besar dari provit atau pendapatnya.

Menguntungkan Pemprov.

Targetnya memang tidak harus balance, tetapi hal ini tetap harus menjadi pemikiran sehingga anggota dewan khususnya di Komisi C untuk bisa merumuskan sebuah langkah yang tepat untuk mengkolaborasikan BUMD dan OPD penghasil, dalam rangka memanfaatkan dan mengoptimalkan aset.

Tapi memang hari ini, kita belum bisa melaksanakan dalam waktu cepat, karena masih ada persoalan-persolan internal dalam penataan aset daerah. Kondisi riil saat ini aset yang dimiliki secara pendataan belum komprehensif. Seperti mana aset yang produktif, kurang produktif, mangkrak, legal standing nya belum jelas, masih dalam sengketa dan sebagainya. Harus dipetakan secara riil dulu.

Dulu ketika saya masih bertugas di Komisi A, pernah mempertanyakan perihal kepastian posisioning aset daerah tersebut. Seperti misalnya ada aset-aset daerah yang masih dikuasi oleh pihak lain. Juga masih banyak aset-aset daerah yang belum bersertifikat dan sebagainya.

Jadi manakala posisioning aset kita sudah jelas, mungkin kita rencanakan bersama untuk kita koloborasi. Menurut saya untuk mengoptimalisasikan aset tanpa berkolaborasi dengan BUMD akan naif.

Bagaimana bentuk kolaborasi yang dimaksud

Karena faktor regulasinya, ada OPD yang memiliki tugas mengelola aset tapi tidak memiliki target kinerja yang provit oriented. Hal ini tidak salah, karena masing-masing OPD tersebut masih ada misi-misi lain di luar selain untuk mencari provit. Hal lain yang juga mungkin jadi kendala juga menyangkut anggaran.

Karena dengan anggaran yang terbatas pada OPD pengeloa aset, mungkin akan sulit untuk melakukan optimalisasi. Berbeda bila itu bisa ditopang dari oleh BUMD yang memiliki anggaran cukup besar. Karena BUMD punya modal. Salah satu contohnya adalah SPJT yang konon punya anggaran yang belum digunakan.

Juga misalnya aset-aset yang dikelola oleh Dinas Pariwisata, seperti mengelola hotel atau lainnya, karena keterbatasan SDM, sehingga hotel-hotel milik Pemprov itu tidak bisa berkompetisi dengan pihak swasta. Sehingga perlu ada kolaborasi dengan BUMD yang memiliki SDM mumpuni.

Yang perlu jadi catatan dalam kolaborasi baik antara OPD dengan BUMD, maupun antara OPD-BUMD dengan investor yang penting posisi Pemprov yang akan diuntungkan. Sehingga tidak terjadi lagi seperti sebelum-sebelumnya, ada kerja sama dengan pihak ke tiga hingga bertahun-tahun, tidak membawa keuntuang pihak Pemprov Jateng.

Bagaimana soal peluang-peluang yang bisa dijadikan potensi pengebangan bisnis BUMD milik Pemprov Jateng.

Kita memang perlu mendalami lagi bagaimana masing-masing profil BUMD milik Pemprov itu. Namun yang penting sekecil apapun adalah peluang, opportunity harus diambil.

Kuncinya stake holder Pemprov Jateng harus kolaborasi untuk menyatukan sebuah misi yang mana outputnya adalah peningkatan pendapatan. Karena kita berharap sumber-sumber pendapatan benar-benar bisa dimaksimalkan.

Sumber: https://opinipublik.online/kolaborasi-opd-bumd-kunci-percepatan-mendongkrak-pad-jateng/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *